Senin, 27 Juli 2015

Tentang Papan dan Tenda Rest Area


Menjelang lebaran.. ada beberapa hal yang saya sukai ketika menjejakkan kaki berada di jalanan, hal yang hanya bisa ditemui ketika bulan ramadhan akan memasuki garis finish, yang pertama adalah tanda atau papan penunjuk arah yang dipasang di persimpangan-persimpangan jalan, yang kedua adalah tenda-tenda non permanen yang sengaja didirikan di titik-titik jalan besar yang biasanya berfungsi sebagai rest area.

Saya begitu suka pada keduanya, entahlah, seakan ada perasaan damai, teduh dan menyenangkan ketika melihatnya. Mungkin karena ada kaitan dengan hubungan antar manusia, saling bantu-membantu, sehingga membuat hati ini begitu senang melihatnya.


Begitu pula ketika hari raya lebaran berangsur menjauh, sekitar satu atau dua minggu kemudian, saat papan-papan penanda arah itu disingkirkan dari jalanan, tenda-tenda kembali dibongkar dan dirapikan, tata kota mungkin akan kelihatan sedikit bersih, namun justru membuat perasaan ini menjadi sedih sedemikian rupa.

Seperti hari ini, ketika sebuah pos polisi yang awalnya dalamnya berisi segala hal yang mebantu proses mudik, mulai dari meja-meja sampai layar portabel yang menayangkan gambar dari cctv mulai dibongkar, perasaan tak enak itu kembali muncul.

Mungkin saya merasa sedih karena itu pertanda lebaran telah lewat, mungkin saya merasa sendu karena kebersamaan masyarakat itu segera berlalu.. mungkin. Lepas dari itu perasaan ini akan mereda seiring berjalannya waktu, dan akan kembali membuncah bilamana menemui hal seperti itu tahun esok.


Minggu, 26 Juli 2015

Menjajal Batara Kresna, Solo Wonogiri


Seberapa persen sih orang yang melenceng dari tujuan awal ketika sedang bepergian, saya masuk didalamnya, ya itu yang terjadi ketika kemarin sabtu mengagendakan jalan-jalan ke Wonogiri, naik railbus Batara Kresna, horeee.

Sebenarnya hari Jum'at walau hanya dalam otak saya sudah membuat sketsa perjalanan, bahwa besok Sabtu pengen berangkat ke Wonogiri dari stasiun Purwosari jam 6, yang berarti saya harus bangun jam setengah lima dan mulai meninggalkan rumah jam lima sebab saya akan naik sepeda dan sampai sana musti hunting tiket pula.. tak tahunya yah seperti biasa, saya baru keluar rumah jam setengah enam, itupun harus mulai ritual panjang betapa sulitnya membujuk diri saya sendiri agar tidak tergoda mimpi.

Ya sudahlah rencana berangkat dari stasiun Purwosari pun berganti menjadi mencegat kereta dari stasiun Kota di Sangkrah, mengingat jarak yang relatif dekat dari rumah, sayapun merasa santai saja, dan benar kok, sampai sana stasiun masih relatif sepi, hanya ada 2 calon penumpang dan setelah memarkir sepeda, sayapun dengan bebas melenggang membeli tiket tanpa antre seperti yang saya khawatirkan kalau saya harus ke stasiun pemberangkatan pertama di Purwosari.


Karena susunan agenda berubah, maka waktu pun ikut merenggang, harusnya jam 6 saya sudah naik kereta di stasiun pertama, namun di titik pemberangkatan kedua ini saya musti menunggu sekitar setengah jam lagi.. lumayan bosen walau sudah disambi motret sana motret sini, sementara para calon penumpang sudah lumayan banyak yang datang, mungkin ada sekitar 25 orang, dan dari kesemuanya tentu saja didominasi kaum ibu-ibu.

Dan sekitar pukul setengah tujuh datanglah kereta mini 2 gerbong yang kursi didalamnya 90% telah terisi penumpang, tak kebayang betapa ributnya para penumpang di check point kedua ini berebut kursi, saya memilih tidak ikut-ikutan, pertama males lah kalau harus berebut dengan para orangtua itu, kedua biasa aja sih kalau harus berdiri toh jaraknya tidak terlalu jauh.


Akhrinya berangkatlah railbus berwarna merah putih itu di antara mudanya sinar mentari, perjalanan membelah kampung kota dan persawahan itu terasa begitu menyenangkan. Kontras dengan suasana di dalam kereta yang agaknya kaku sebab tak ada suatu hiburan musik koplo dari dvd atau suara riuh pengamen dan pedagang asongan yang menjajakan barang. Perjalanan memakan waktu sekitar satu setengah jam dan sempat berhenti di dua titik stasiun sebelum akhirnya gerbong benar-benar berhenti melaju di stasiun Wonogiri. Disana ratusan penumpang sudah siap berdiri di tepian rel untuk berebut kursi menuju Solo.. sillakan saja deh, saya yang sedari awal berdiri di dekat pintu langsung ngeloyor keluar stasiun.

Ah Wonogiri kembali, tak berapa lama yang lalu saya sempat survey kesini gowes naik sepeda, melihat apa yang akan saya lakukan nanti ketika saya kesini lagi naik kereta, dan tidak banyak memang pilihan untuk melancongkan diri, maka pagi itupun saya nyaris tak menemui apapun yang membuat saya tertarik. Pasar yang menyediakan berbagai barang niaga belum banyak yang buka pagi itu, dan dari seberang jalan hanya terdapat toko-toko.. ah apa menariknya.. waktu sekitar 1 jam akhirnya hanya saya gunakan untuk makan dan memutar-mutar sejenak sekitar kota, lapangan kecil depan masjid dan kantor bupati, oh iya jam 9 nanti saya harus kembali ke stasiun untuk antri tiket pulang,

Petaka mulai hadir disini, ketika habis jalan-jalan dan balik ke stasiun antrian tiket sudah mengular.. Padahal loket belum buka dan baru akan dilayani seperempat jam kemudian. Ah perasaan saya mulai tak enak, apalagi tertulis pesan setiap orang bisa mendapat 4 tiket, semakin gusar saja saya, walau akhirnya ikut bergabung dalam antrean namun waktu seakan berjalan lambat. Berapa menit sih yang dibutuhkan seseorang untuk membeli tiekt.. pertanyaan itu terus menerus saya lontarkan dalam hati melihat antrian yang stagnan, apalagi tempat saya berdiri ini sudah keluar dari gedung, tanpa peneduh, duh panasnya.


Dan akhirnya setelah mengantri selama sejam-an yang dikhawatirkan pun terjadi tiket habis dan ya begitulah, saya dan beberapa orang yang antre di depan maupun dibelakang harus menahan kecewa. Seorang ibu bahkan sampai protes di depan loket karena sudah antre lama namun tak mendapat apa-apa, dan dibales senyum manis namun berasa pahit dari mbak-mbak penjaga loket yang mukanya jerawatan. Sebenarnya saya juga dongkol sih, apalagi dengan orang yang sengaja membeli tiket banyak.. tapi ya sudahlah, saya juga rasanya malas naik kereta itu dan bertemu dengan orang-orang yang sama itu lagi-itu lagi.

Akhirnya pergilah saya dari stasiun mungil tersebut mencari bus untuk pulang.. ya pulang, sebab saya sudah jengah berada disini, tidak ada yang bisa dinikmati plus mood saya untuk explorer sudah menurun drastis paska tragedi habisnya tiket, di kejauhan saya melihat orang-orang di antrean yang berhasil mendapatkan tiket tadi dengan entengnya berjalan-jalan di sekitar pasar, ada juga yang dengan santainya menepi di warung makan menikmati kuliner, idih tambah sebel aja melihatnya.

Wonogiri sebuah daerah yang panasnya ampun-ampunan siang itu, Solo saja tidak begini-begini amat, akhirnya daripada langsuing mencegat bus saya memilih ngadem dulu di sebuah toserba, tidak membeli apa-apa cuman ngadem saja barang sejam, dan setelah itu ya pulang.

Bus besar menuju Solo bisa didapat di jalan besar, sementara untuk terminal yang letaknya di sebelah stasiun hanya melayani area seputar Wonogiri, paling jauh sukoharjo, begitu kata mas-mas satpam yang saya temui di terminal. Hari ini jadi hari terjauh saya naik bus sendirian, sebelum ini rekor saya naik bus hanyalah seputar kota Solo dengan BST nya.


Tidak mudah juga ternyata memilih naik bus, setidaknya bagi saya, intinya lihat saja di kaca depan yang ada tulisan Solo nya pasti nyampai ke Solo. Cuman masalahnya ketika dekat saya jadi ilfil bila melihat bus dalam keadaan full, tak ayal saya menghabiskan waktu berjam-jam dari hanya menunggu bus yang diidamkan. Itupun masih sempat beli minuman di minimarket dan shalat dhuhur. Akhirnya setelah shalat sebuah bus pilihan berhasil saya dapatkan, lumayan penumpangnya relatif sepi saya pun bisa duduk di deretan bangku sendirian.

Perjalanan Wonogiri menuju Solo itu terasa menyenangkan awalnya, sebab memasuki daerah Sukoharjo penumpang mulai berjejalan dan saya harus merelakan jatah kursi kosong kepada dua orang ibu-ibu yang habis pulang dari kerja, tak sampai disitu ternyata ibu-ibu tersebut duduk dengan memangku sebuah tas plastik berisi sayur mayur, ajib dah aromanya. Tapi itu bukanlah biang kejengkelan saya, sebab rasa dongkol itu tertuju pada kernet bus yang ternyata telah menipu saya dengan menaikan harga tarif, intinya saya membayar lebih mahal daripada ibu-ibu ini, sebel deh tapi gimana masak marah-marah, la wong tempat duduk saya terjepit diantara ibu-ibu, lagian kepala saya mendadak pusing setelah kehadiran dua ibu-ibu tersebut yang mebawa aroma serta yang menggelegar.


Eh btw saya belum tahu ya ini bus yang saya tumpangi akan bisa sampai mana, saya sih pengennya bisa sampai jalanan Slamet Riyadi sehingga saya kemudian bisa sambung naik BST atau jalan kaki ke parkiran stasiun kota, tapi ternyata oh ternyata bus cuma sampai sekitar daerah selepas solo baru.. Sayapun turun dini, masih lumayan jauh deh dari Slamet Riyadi, mau naik becak, angkot, taksi, ah keluar duit lagi, akhirnya saya putuskan jalan kaki saja, mutar belok ke daerah gading dan sampailah sangkrah saya jalani dengan senang hati, ternyata tidak sejauh yang dibayangkan kok (sambil senyum kecut).

Waktu menunjukkan pukul dua lebih seperempat ketika saya sampai kembali ke tempat saya berangkat tadi pagi, sepi, stasiun sudah tutup, saya langsung saja menuju parkiran eh penunggunya sudah tidak ada, terlihat sepeda saya teronggok sendirian, ada juga di seberang beberapa motor, mungkin milik penumpang yang tidak kebagian tiket pulang seperti saya, setelah mengambil sepeda pengen segera cabut eh kok ya mas-mas satpam datang nagih uang parkir, seribu rupiah melayang deh. Siang menjelang sore itu kemudian saya habiskan untuk mengunjungi masjid agung, shalat ashar disana sambil sejenak melepas lelah, masjid agung selalu menyenangkan.

Sore itu saya sampai rumah kembali jam setengah lima, tidak terlalu capek, ingin langsung mandi setelah makan tapi kok ya setelah berjumpa dengan kasur badan ini seperti tertarik magnet, tidak mau lepasss sampai pagi. Oh ternyata sampai situ capeknya baru terasa.

Kesimpulan akhir, jalan-jalan ke Wonogiri dengan railbus Batara Kresna lumayan menyenangkan, terlebih saat keberangkatan yang masih pagi menawarkan sensasi tersendiri. Namun overall saya bisa mengatakan wisata ini lebih cocok untuk kaum ibu-ibu dengan anak-anak dan suaminya plus mertua, sementara bagi saya yang berusia muda kinyis-kinyis, sepertinya cukup sekali saja deh ya.. kapook hehehe... sampai jumpa...